12 - 13 Mei 2012

Besok adalah tepat seminggu sejak saya dan beberapa teman saya pergi berkemah ke Ciwangun, Lembang. Ya, tempat yang sama seperti dua tahun yang lalu, ketika saya pertama kali ikut naik gunung dengan teman - teman kuliah saya (yang akhirnya kali ini saya mengganti kata gunung menjadi bukit atau mengubah naik gunung menjadi berkemah). Akhirnya, setelah beberapa kali merencanakan untuk pergi naik gunung dan selalu berakhir gagal karena susahnya menemukan waktu yang tepat, kali ini karena tidak banyak persiapan dan ditambah dengan kondisi cuaca yang sedang melabil, kami (re : saya, Nci, Ruhut, Pichu, Ibam dan Ferdy) memutuskan untuk sekedar naik bukit saja. 


Kalau boleh jujur, sebenarnya untuk kali ini saya tidak terlalu merasa excited. Entah karena memang mood saya yang tidak terlalu ingin untuk berpergian ke alam bebas, kondisi fisik yang tidak terlalu baik, atau karena saya sudah familiar dengan tempat tujuan kali ini.
O...kay. Mungkin saya sedikit karma dengan statement saya di awal. Belum juga sampai di tempat tujuan, di tengah perjalanan tiba - tiba mobilnya Ferdy engga bisa jalan karena katanya kopling-nya ampas. Sejam pertama, kami masih bisa ketawa - ketawa, foto - foto, menikmati waktu yang masih panjang sambil memikirkan bagaimana solusinya dan menunggu mobil derek datang. Sejam berikutnya...mulai panik karena belum tau gimana nasib kami setelah ini. Mau naik apa kita? Nyarter angkot? Dilema semakin menjadi - jadi, ketika ada ibu dan bapak baik hati yang mungkin merasa iba dengan kondisi kami di pinggir jalan, lalu menawarkan tumpangan ke tempat tujuan kami. Eh, bukannya dimanfaatin kesempatan bagus itu, malah ujung - ujungnya minta Ican buat jemput haha.          


Karena ternyata untuk mengurus administrasi per-derek-an itu Ferdy perlu langsung datang, akhirnya diputuskan kalo Ferdy dan Ibam nanti akan menyusul setelah semua urusan itu selesai sedangkan selebihnya duluan jalan ke atas. Saat itu waktu menunjukkan pukul 16.00 WIB dan cuaca lagi benar - benar bersahabat. Tanpa diajak, Ruhut udah inisiatif dari awal buat foto - foto di sepanjang perjalanan, bahkan dia kayanya yang paling semangat buat foto - foto diantara kami berempat. Kalo diitung - itung ada kali ya sejam sendiri buat berhenti foto - foto, secara seringnya nih baru beberapa langkah udah berhenti lagi buat foto begitu nemu spot yang bagus hahaha. Beda bangetlah dibanding waktu kesini dua tahun lalu, boro - boro bisa foto banyak karena waktu itu udah hampir maghrib dan ngejar waktu supaya bisa sampai lokasi kemah sebelum gelap.      






Mungkin saking keseringan berhenti buat foto, waktu perjalanan yang sebenarnya bisa cukup ditempuh dengan 30 - 45 menit, mundur menjadi 90 menit! 45 menit sendiri buat foto - foto (bisa dilihat kan dari foto - foto diatas, kaya bukan mau berkemah engga sih? hahaha). Gara - gara ini jadinya saat kami masang kemah pun udah gelap dan hanya mengandalkan cahaya dari senter. Tapi sebenarnya bukan itu yang jadi pikiran kami. Masalahnya adalah gimana nasib Ibam dan Ferdy? Dengan kondisi gelap gulita dan hanya mengandalkan satu senter, cuma jalan berdua di tengah hutan, bawa barang - barang yang lebih banyak dari kami, dan melewati beberapa medan yang cukup sulit. Wajar kan kalau kami khawatir?
Dengan kondisi sinyal yang engga ada dan membuat kami enggak tau akhirnya mereka jadi menyusul atau engga, rasanya itu sangat menyebalkan. Enggak enak buat melakukan apa - apa, kepikiran terus bagaimana kalau ternyata malam ini mereka enggak datang, beberapa kali teriak memanggil nama mereka kalau ternyata suara kamu kalah oleh suara air terjun, membuat bermacam - macam asumsi yang paling mungkin terjadi, bahkan kekhawatiran kami ini membuat kami memberi harapan pada kunang - kunang. Iya, karena saking berharap ada tanda - tanda kedatangan mereka, saat melihat beberapa cahaya dari seberang sungai, kami sempat optimis bahwa itu mereka. Ternyata, setelah diperhatikan beberapa kali, cahaya itu berasal dari kunang - kunang :(
Tapi untungnya, engga lama setelah itu, sesaat setelah kami makan malam, tiba - tiba aja terdengar suara teriakan Ibam dan cahaya dari seberang sungai. Saat itu rasanya menjadi momen paling mengharukan selama perjalanan kami. Bahagia, sedih, terharu, lega, semuanya bercampur aduk menjadi satu :')





Ibam , Saya, Ferdy, Ruhut, Pichu, Nci



Mungkin ada beberapa orang yang menganggap bahwa aktivitas yang berhubungan dengan hutan, entah bukit atau gunung itu bukan sebagai sebuah refreshment. Membahayakan, melelahkan, menakutkan dan serba ribet. Tapi bagi saya, itu adalah tempat saya melatih diri saya untuk berani keluar dari comfort zone saya. Mulai dari menjaga kondisi tubuh supaya tetap 'stabil' saat menaiki tanjakan yang menguras tenaga cukup banyak, menjaga keseimbangan ketika melewati turunan, mencari kayu bakar pada malam hari di tengah hutan selama satu setengah jam untuk menghangatkan diri dan hal - hal lain yang sebenarnya merupakan kelemahan saya. Bukan hanya berani untuk melawan rasa lemah dan takut, tetapi juga belajar untuk menghargai hidup dalam keterbatasan dan tentu saja, menghargai alam yang seringkali terlupakan ketika kita sudah merasa nyaman dengan kehidupan kota.   


0 Comments